Seringkali masyarakat awam keliru dalam memahami antara aset dan liabilitas. Liabilitas dianggap aset dan aset dianggap liabilitas. Padahal keduanya adalah sesuatu yang berbeda. Aset dalam pengertian umum adalah sesuatu yang kita miliki dan memberikan nilai tambah. Liabilitas sebaliknya, sesuatu yang nilainya turun. Tanah adalah aset karena nilainya terus bertambah. Sedangkan mobil adalah liabilitas karena nilainya menurun. Saham bluechip dalam jangka panjang adalah aset, sedangkan peralatan elektronik seperti gadget tercanggih sekalipun adalah liabilitas. Dengan mengenal ciri tersebut, maka kita bisa memilih dan memilah apa yang harus kita beli ketika ada dana lebih agar dana tersebut bisa berkembang dan bukan malah menyusut.
Aset terbaik adalah aset yang bisa memberikan pendapatan pasif (passive income) kepada pemiliknya, seperti emas dan properti. Sedangkan liabilitas terbaik adalah yang nilai penyusutannya tidak besar dalam hitungan tahun, misalnya motor dengan merek tertentu masih memiliki nilai jual yang tinggi walaupun lebih rendah dibanding harga ketika membeli. Untuk membangun kekayaan tentu saja kita harus memperbanyak aset dan meminimalkan liabilitas. Yang terjadi pada masyarakat kita adalah memperbesar liabilitas dan tidak berusaha menambah aset. Tidak heran ketika ada peluncuran gadget baru, banyak yang mengantri untuk membeli. Sementara ketika ada penawaran saham perdana, jarang ada yang mengantri untuk membeli kecuali mereka yang sudah cukup familiar dengan pasar modal. Masyarakat masih fokus pada liabilitas, dan kurang antusias terhadap aset. Konsumtif, dan tidak berusaha produktif dalam menggunakan uang.
Untuk langkah awal, mari kita lihat apa yang ada di rumah. Mobil, rumah, perhiasan emas, kulkas, laptop, gadget, TV. Dari semua itu, hampir rata-rata nilainya akan berkurang seiring dengan waktu. Bahkan ada yang mengeluarkan biaya tambahan seperti mobil (pajak, perawatan, dll). Satu-satunya aset yang dimiliki adalah perhiasan emas. Meski nilainya bertambah, namun ini adalah aset yang ‘tidak murni’ karena ketika dijual pun masih dipotong biaya lain, atau tidak setara dengan nilai kandunngan emasnya.
Logam mulia adalah aset. Ia akan berkembang tanpa kita harus bekerja untuk menambah nilainya. Membeli emas murni berarti kita sedang menambah aset, bukan liabilitas. Orang yang banyak liabilitas tidak berarti orang kaya, apalagi kalau liabilitas tersebut dibeli dengan cara dicicil. Sementara orang yang punya aset, meski dicicil, tetaplah ia akan menjadi orang kaya di masa depan. Meski sekarang Anda mencicil rumah seharga 200 juta selama 10 tahun, namun di tahun ke 10 Anda telah memiliki aset yang nilainya lebih dari 200 juta. Sama seperti emas, ketika Anda membeli 45 gram saat ini dengan harga 25 juta rupiah (dengan asumsi Rp.557,000/gram), maka 2 tahun dari sekarang Anda adalah pemilik aset yang nilainya 30 juta rupiah lebih (bila kenaikan pertahun harga emas 20%).
Salah satu syarat mutlak memperbanyak aset adalah dengan mengurangi sikap konsumtif. Bila Anda seorang gadget lovers, maka tahanlah diri Anda ketika ada produk canggih baru yang dirilis perusahaan piranti keras. Biasanya harga sebuah smartphone terbaru adalah 7 juta rupiah. Daripada mengeluarkan dana untuk sesuatu yang sebenarnya belum Anda butuhkan, lebih baik dana tersebut dipakai untuk memperbanyak aset. Dengan uang sebesar itu, Anda sudah bisa membeli sedikitnya 12.5 gram emas. Diamkan saja 12.5 gram emas tersebut selama 1-2 tahun, kalau nanti Anda tidak ‘tahan nafsu’ untuk membeli gadget baru tahun depan, Anda bisa menjual sebagian aset emas tersebut dan menyimpan sebagiannya lagi. Jadi nantinya Anda akan memiliki dua, gadget dan emas.
Aset berupa emas akan mempertahankan kekayaan Anda, sementara liabilitas, apapun bentuknya, hanya memberi kepuasan psikologis semata dan bukan kepuasan finansial.
Hak Cipta © 2013, PT. Golden Mandiri Investama
Dilarang memperbanyak, mengutip sebagian atau keseluruhan dokumen ini tanpa seijin PT. Golden Mandiri Investama
(email info@goldenmandiriinvestama.com).